Bung Karno sering mengalami percobaan pembunuhan. Semasa hidup Ia
mengalami percobaan pembunuhan dari tingkat baru rencana sampai eksekusi
(sebanyak) 23 kali. Namun menurut ajudan Soekarno, Sudarto Danusubroto
mengatakan bahwa ada 7 kali percobaan pembunuhan terhadap Soekarno yang
sangat menggentarkan.
Menanggapi hal itu bukan menjadi takut dan gentar, Bung Karno malah
membuka rahasia bagaimana cara membunuhnya. Menjadi hal yang wajar kalau
kemudian sebagian rakyat Indonesia menganggap Bung Karno adalah manusia
dengan tingkat kesaktian tinggi. Lalu apa sebenarnya rahasia kesaktian
Bung Karno tersebut?
Menurut kabar yang beredar di masyarakat, Bung Karno memiliki mustika
pemberian Nyi Blorong yang melegendaris. Dalam cerita tersebut Nyi
Blorong datang dan memberikan mustika merah delima jelamaan seekor naga
dan mengatakan bahwa Bung Karno bukan saja akan menjadi pemimpin alam
manusia, namun juga alam gaib. Tidak hanya Nyi Blorong, Bung Karno yang
hobi dalam dunia supranatural ini sering bermimpin didatangi tokoh
legenda dari alam lain seperti Kanjeng Sunan Kali Jaga beserta ibu Ratu
Kidul Pajajaran, serta Nyi Roro Kidul.
Nah, benarkah Bung Karno juga merupakan manusia “sakti”? Dengan sejarah
sedikitnya tujuh kali luput, lolos, dan terhindar dari kematian akibat
ancaman fisik secara langsung, menjadi hal yang jamak kalau kemudian
sebagian rakyat Indonesia menganggap Bung Karno adalah manusia dengan
tingkat kesaktian tinggi.
Namun Bung Karno menampik jika lolosnya Ia dalam berbagai percobaan
pembunuhan bukanlah karena bantuan dari alam lain. Ia menukas normatif,
yang kurang lebih mengatakan bahwa mati-hidup adalah kehendak Tuhan.
Manusia mencoba membunuh, kalau Tuhan belum berkehendak Ia mati, maka Ia
belum akan mati. Namun Soekarno membeberkan bagaimana cara membunuhnya.
Menurutnya rakyatlah yang membuatnya tetap hidup, sehingga untuk
membunuhnya cukup menjauhkannya dari rakyatnya.
“Semua yang kucapai selama di dunia, ini adalah karena rakyatku tanpa
rakyat aku tak bisa apa-apa. Jadi tidak perlu senapan, bom apalagi
pesawat tempur hanya untuk membunuh seorang Bung Karno, jauhkan saja aku
dari rakyatku, maka aku akan mati perlahan-lahan,”.
Benar saja, ayah dari Megawati Soekarno Putri ini selalu lolos meski
dihujani geranat bahkan bom pesawat tempur. Percobaan pembunuhan pernah
terjadi pada 30 November 1957. Presiden Soekarno datang ke Perguruan
Cikini (Percik), tempat bersekolah putra-putrinya, dalam rangka perayaan
ulang tahun ke-15 Percik. Granat tiba-tiba meledak di tengah pesta
penyambutan presiden. Sembilan orang tewas, 100 orang terluka, termasuk
pengawal presiden. Soekarno sendiri beserta putra-putrinya selamat. Tiga
orang ditangkap akibat kejadian tersebut. Mereka perantauan dari Bima
yang dituduh sebagai antek teror gerakan DI/TII.
Percobaan pembunuhan kedua terjadi pada 9 Maret 1960. Tepat siang bolong
Istana presiden dihentakkan oleh ledakan yang berasal dari tembakan
kanon 23 mm pesawat Mig-17 yang dipiloti Daniel Maukar. Maukar adalah
Letnan AU yang telah dipengaruhi Permesta. Kanon yang dijatuhkan Maukar
menghantam pilar dan salah satunya jatuh tak jauh dari meja kerja
Soekarno. Untunglah Soekarno tak ada di situ. Soekarno tengah memimpin
rapat di gedung sebelah Istana Presiden.
Pada April 1960. Perdana Menteri Uni Soviet saat itu, Nikita Kruschev
mengadakan kunjungan kenegaraan ke Indonesia. Dia menyempatkan diri
mengunjungi Bandung, Yogya dan Bali. Presiden Soekarno menyertainya
dalam perjalanan ke Jawa Barat. Tatkala, sampai di Jembatan Rajamandala,
ternyata sekelompok anggota DI/TII melakukan penghadangan. Beruntung
pasukan pengawal presiden sigap meloloskan kedua pemimpin dunia
tersebut.
Pada 7 Januari 1962. Presiden Soekarno tengah berada di Makassar. Malam
itu, ia akan menghadiri acara di Gedung Olahraga Mattoangin. Ketika
itulah, saat melewati jalan Cendrawasih, seseorang melemparkan granat.
Granat itu meleset, jatuh mengenai mobil lain. Soekarno selamat.
Pelakunya Serma Marcus Latuperissa dan Ida Bagus Surya Tenaya divonis
hukuman mati.
Selain itu, percobaan pembunuhan terjadi pada 14 Mei 1962. Bachrum
sangat senang ketika berhasil mendapatkan posisi duduk pada saf depan
dalam barisan jemaah salat Idul Adha di Masjid Baiturahim. Begitu
melihat Soekarno, dia mencabut pistol yang tersembunyi di balik jasnya,
moncong lalu diarahkan ke tubuh soekarno. Klik! Apa daya jarinya kelu.
Dalam sepersekian detik ketika tersadar, arah pun melenceng, dan peluru
meleset dari tubuh Soekarno, menyerempet Ketua DPR GR KH Zainul Arifin.
Haji Bachrum divonis hukuman mati, namun kemudian dia mendapatkan grasi.
Pada 1960-an. Presiden Soekarno dalam kunjungan kerja ke Sulawesi. Saat
berada dalam perjalanan keluar dari Lapangan Terbang Mandai, sebuah
peluru mortir ditembakkan anak buah Kahar Muzakkar. Arahnya kendaraan
Bung Karno, tetapi ternyata meleset jauh. Soekarno sekali lagi, selamat.
Desember 1964. Presiden Soekarno dalam perjalanan dari Bogor menuju
Jakarta. Rombongannya membentuk konvoi kendaraan. Dalam laju kendaraan
yang perlahan, mata Soekarno sempat bersirobok dengan seorang lelaki tak
dikenal di pinggir jalan. Perasaan Soekarno kurang nyaman. Benar saja,
lelaki itu melemparkan sebuah granat ke arah mobil presiden. Beruntung,
jarak pelemparannya sudah di luar jangkauan mobil yang melaju. Soekarno
pun selamat.
Dari kesemuanya, Bung Karno tetap selamat, tetap sehat, dan tidak
gentar. Dia terus saja menjalankan tugas kepresidenan dengan segala
konsekuensinya. Dalam salah satu pernyataannya di biografi yang ditulis
Cindy Adams, berkomentar tentang usaha-usaha pembunuhan yang dilakukan
terhadapnya. Namun pengakuan Bung Karno terhadap cara untuk membunuhnya
ternyata menjadi perhatian bagi mereka yang ingin membunuh Soekarno.
Kekuatan Bung Karno adalah rakyatnya, dan dia hanya akan mati jika
dijauhkan dari rakyatnya.
Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto dan atas dukungan Amerika
Serikat (dan kroninya), melakukan upaya pembunuhan (bisa dibilang
langsung, bisa pula tidak langsung) terhadap Bung Karno dengan cara yang
telah disebutkan oleh Bung Karno sendiri. Hingga Mei 1967, Bung Karno
seperti tahanan rumah. Meski masih berstatus Presiden, tetapi ia
terpenjara di Istana. Tidak boleh keluar tanpa kawalan antek-antek
Soeharto.
Situasi politik berbalik menempatkan Bung Karno pada stigma yang
terburuk. Gerakan demonstasi mahasiswa yang didukung militer,
pemberitaan media massa yang dikontrol Soeharto, membuat Bung Karno
makin terpuruk. Usai ia dilengserkan oleh Sidang Istimewa MPRS, kemudian
diasingkan di Bogor, kemudian disekap di Wisma Yaso, Jl Gatot Subroto.
Ia benar-benar menjadi pesakitan. Yang paling menyakitkan adalah karena
dia benar-benar dijauhkan dari rakyat. Rakyat yang menjadi “nyawa”-nya
selama ini. Dengan cara itu pula, persis seperti yang ia utarakan dalam
bukunya, Bung Karno wafat.